Adi W. Taroepratjeka: Sang Pengelana Kopi

Lelaki besar agak gempal itu celingak-celinguk begitu melihat rerimbunan pepohonan semak di hadapan. Dia memelototi perkebunan buah yang digemarinya itu seakan-akan menemukan harta karun. Tak begitu lama, lelaki gempal itu dihampiri orang tua bertubuh kecil. Dari gerak-geriknya orang tua itu tampaknya merupakan penanggung jawab perkebunan. Orang tua itu memperkenalkan diri sebagai Jabir Amin. Setelah mengajak mencicipi hasil kebun, orang tua itu mengajak lelaki gempal tersebut mengelilingi kebun. Seperti bertemu cucu, Jabir kelewat senang sehingga apa saja yang ditanyakan si gempal selalu dijawab. Akhirnya Jabir juga mengajari si gempal proses uji cita rasa. Jabir juga bertanya mengenai hasil kebunnya kepada lelaki yang tersasar di kebun yang berada di bawah pengawasannya. Si Gempal hanya terkesima. Dia baru kali itu mengetahui bahwa ada karakter kopi Indonesia selain earthy, spicy, dan coklat. Kopi yang disuguhkan Jabir membuat si Gempal berpikir ulang mengenai cita rasa kopi Indonesia. Di kebun itu, dia menemukan kopi berkarakter jeruk, bahkan karakternya jeruknya berlapis dua: jeruk biasa dan jeruk limau.

Adi W. Taroepratjeka, nama lelaki besar dan gempal itu, menemukan titik balik dalam perkelanaan kopinya ketika mencoba langsung hasil kebun kopi Toraja milik Toarco Jaya. “Saya kaget, kok gitu rasanya. Pada saat itu, saya mengetahui kopi Indonesia itu earthy, spicy, dan coklat. Tidak ada yang lain,” cerita Adi. Kopi Toraja besutan Toarco itulah yang membuat Adi memandang kopi menjadi berbeda dari sebelumnya. Adi kembali tersontak menyadari bahwa ada banyak faktor yang memengaruhi karakter cita rasa kopi: mulai dari pascapanen sampai profil penyangraian (roasting profile).

Adi mengenal kopi secara saksama ketika dia menjadi siswa pertukaran pelajar di Kota Proctor, negara bagian Vermont di Amerika Serikat. Itu terjadi sekitar 1992–93. Meski awalnya dia disodorkan kopi pahit, dia belajar bahwa kopi itu memiliki warna, rasa, dan mampu bercerita bagaimana ia ditanam. Sekembalinya ke Indonesia, mulailah dia menjelajah geografis melalui kopi. Dengan bermodal khayalan, lantaran Internet di Indonesia pada masa itu belum berkembang seperti sekarang dan juga terbatasnya biaya jalan-jalan, ketika Adi meminum kopi, dia menerawang dan menerka bagaimana dan seperti apa karakter budaya petani dan penduduk di tempat kopi itu berasal. Buat Adi, itulah cara dia berjalan-jalan.

Dunia arsitek dan kuliner membuat Adi berada di simpang jalan. Kecintaan dan kerewelannya pada kopi membuat dia bisa mengambil jalan: dari arsitek hijrah ke kuliner. Di dunia kuliner, hasratnya akan kopi dengan makanan selalu beririsan. Kadang dia menempatkan perasaannya akan kopi di kursi penumpang. Dia melaju dengan roda kulinernya. Tapi, pada titik tertentu, dia kembali lagi ke kopi. Dunia makanan lantas dia jejerkan di kursi penumpang. Melajulah dia mengejar mimpinya di dalam dunia kopi.

Titik Balik

Pada 1999, Adi mencoba menghidupkan mimpinya dalam dunia kopi dengan membuka warung kopi di Bandung. Dia namakan Ruang Tengah Ardan. Kebetulan warung kopinya itu mengontrak ruang di Radio Ardan, Bandung. Di Ruang Tengah Ardan itulah Adi mulai belajar dunia espresso. Bermodalkan mesin rumahan, yaitu La Pavoni PL16 dan grinder La Pavoni Jolly, Adi menjelajah espresso. Dia melengkapi pengetahuannya dengan mengulik informasi dari Internet, termasuk bagaimana cara menguji cita rasa kopi (cupping).

Pada 2005, Adi akhirnya mendapatkan kesempatan berkunjung ke kebun kopi kelolaan Toarco Jaya, di Sulawesi. Ketika Adi diajarkan bagaimana menguji cita rasa oleh Jabir Amin, dia menceritakan keinginannya untuk menekuni cupping lebih baik daripada sebelumnya. Entah kebetulan atau sudah suratan nasib, Jabir segera memperlihatkan faksimili yang diterimanya dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) mengenai informasi pelatihan penguji cita rasa kopi. Sesampainya di Jakarta, dia bersama Mia Laksmi, yang kini menjadi istri, mempersiapkan diri untuk mengikuti pelatihan tersebut. Bersama para perwakilan roaster, eksportir, dinas perkebunan, trader, Adi dan Mia duduk bersama mempelajari soal cupping. Di sanalah dia menyadari bahwa apa yang dia dapatkan dan pelajari di Internet sangat jauh panggang dari api. Bukan soal teori berbeda ketika di lapangan, melainkan termasuk soal pola pikir.

Adi mengakui bahwa ada saat-saat di mana dia selalu membawa flavour wheel atau roda rasa ke mana saja. Dengan roda rasa itulah dia membaca karakter kopi yang sedang diminumnya. Setelah mengikuti pelatihan itu, ditambah ketika dia mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan sertifikasi Q-Grader yang diadakan oleh Asosiasi Kopi Spesial Indonesia (AKSI/SCAI), Adi mulai menyadari bahwa roda rasa berguna tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya, paling tidak Adi mulai melihat roda rasa dengan cara berbeda. Bagi Adi, roda rasa sekadar jembatan dan penyamaan bahasa. Masalahnya, menurut Adi,

“Untuk cupping, flavour wheel itu sebagai jembatan saja. Penyamaan bahasa. Cuma, definisi bahasa kita memang berbeda. Dari musim pun berbeda: empat musim dan dua musim. Begitu juga dengan persepsi rasa, ada perbedaan. Definisi cinnamon saja berbeda. Meski saya memilih definisi kita sudah benar lantaran kita memiliki bahan mentahnya. Kita juga tidak punya aprikot. Dari situ, saya semakin paham bahwa flavour wheel itu tidak terpakai untuk penggunaan sehari-hari sebagai penikmat kopi.”

Pengalaman Batin dalam Menggumuli Biji Kopi

Belakangan sosok Adi dikenal luas secara publik ketika dia mempresenteri sebuah program semidokumentasi mengenai dunia kopi di Indonesia besutan Kompas TV, yaitu Coffee Story. Proyek tersebut dia mulai pada April 2011. Dan, mulai ditayangkan sejak September 2011. Popularitas Adi melalui tayangan itu bisa dilihat dari para pengikut akun Twitternya yang langsung melonjak dari beberapa ratus sampai ke angka 3.000 lebih. Program televisi itu mengantarkan Adi ke daerah-daerah sentra produksi perkebunan kopi di Indonesia. Di sanalah titik balik kedua Adi terjadi. Seperti mendapatkan wahyu, mendadak dia melihat kopi sebagai yang berkehidupan. Semua terbentang.

Sebelum mendapatkan pengalaman batin bersama kopi, Adi termasuk salah satu orang yang gila berbagai alat penyeduhan kopi. Sejak 2005 Adi sudah bereksperimen pour over dengan dripper flat bottom. Sampai sekarang dia pun masih mencoba berbagai alat penyeduhan kopi. Tapi kegilaannya pada alat penyeduhan apa saja menjadi berbalik arah ketika kopi yang dia geluti itu menuntutnya untuk tumbuh kembang bersama. Adi menuturkan,

“….lama semakin lama, saya percaya bahwa kopi itu tidak bisa dipelajari dalam waktu singkat. Kita harus berkembang bersamanya. At one point, kopi akan berbicara mau diapakan kepada kita. Kita mau pakai alat semahal apa pun jika kopinya tidak mau, maka percuma. Entah bagaimana, saya merasa kopi itu memiliki jiwa, bisa ngeyel, dll. Pengalaman itu akhirnya membawa saya pada kesimpulan bahwa alat penyeduhan kopi itu hanyalah sebuah alat. Kopi selalu berubah, alam berubah, nge-roasting berubah, humidity dan temperatur juga berubah. Banyak faktor.”

Kerewelan Adi akan kopi pada akhirnya membawa dirinya pada satu titik: kopi merupakan hidupan yang bisa disapa. Untuk mendapatkan karakter terbaik dari kopi, kita harus menyapanya. Setelah kopi itu berbicara kepada kita, barulah kita mengerti mau diapakan kopi tersebut. Karena itu, menurut Adi, tidak ada yang salah dan benar dalam mencari identitas kopi ketika kita menyeduhnya. “Saya menemukan bahwa kita tidak bisa bilang mana yang benar dan mana yang salah. Baik itu ketika kita menyeduh kopi, mencecap rasa, sampai rasa bentukan sang peminum. Setiap orang punya jiwa masing-masing, memiliki kebutuhan masing-masing. Kita tidak bisa mengklaim mana metode yang terbaik. Itu akan berbenturan dengan budaya… kopi butuh cinta,” tutup Adi.[]

8 thoughts on “Adi W. Taroepratjeka: Sang Pengelana Kopi

  1. Pingback: Masa Depan Kopi Robusta di Indonesia (Seri KKK, Vol. I) « Philocoffee Project

  2. Ada yang punya contact Pak Adi?

    Saya coba menghubungi beliau di http://www.secangkirkopi.com/contact/contact.htm:

    Contact Us

    jl. sangkuriang f-2 bandung 40135

    ph. (022) 700.52088 fax (022) 250.4206

    Apartemen Sudirman Park

    jl. kh.mas mansyur kav 35 jakarta pusat 10220

    ph. (021) 9551.1788 fax (021) 5794.2896

    info@secangkirkopi.com

    Tapi email tidak ada respon & tlpnya tdk bs dihubungi..
    Mohon infonya teman2 sekalian jika ada yang tau..
    Urgent..thanks:)

    Like

  3. Pingback: Adi Taroepratjeka – Wiki

Leave a comment