Icip-Icip Kopi Dadakan di Blumchen

Di meja panjang itu setiap orang memerhatikan saksama kopi yang sedang disajikan. Sebagian menghirup aroma kopi, sebagian melacak keharuman bubuk kopi. Tak beberapa lama kemudian, terdengar bunyi sesapan lumayan kencang yang saling bersautan. Setelah menyesap, muncul hening. Lalu, pecah dengan komentar-komentar mengenai karakter-karakter kopi yang didapatkan dari sesapan tersebut. Mulailah terdengar berbagai kosakata yang buat sebagian orang tampak ajaib. Sebagian menyimak sembari menyesap kembali. Setiap orang yang bepartisipasi dalam icip-icip kopi (testing coffee) itu begitu asyik-masyuk dalam membicarakan rasa-rasa atau kesan kopi yang didapatkan. Tiga puluh menit berlalu, dari belakang menyeruak seorang perempuan membawa cangkir-cangkir kopi yang lain untuk dikenali.

Senin sore, 16 Januari 2012, secara mendadak di Blumchen Coffee beberapa orang berkumpul mencoba berbagai kopi mulai dari Bajawa, Flores, Guatemala yang menang dalam kontes Cup of Excellence (COE), Ethiopia, dll. Beberapa yang hadir merupakan gerombolan dari Kopi-Q, Bandung, yaitu Vinsensius Dian, Dendi Hendra, dan Saladdin Akbar. Selain mereka, ada juga Benji yang mendapatkan sertifikasi Q-Grader dari Australia, Uji Sapitu, Andreas Andrianto. Acara ini, jika bisa dibilang acara, benar-benar spontan menurut komandan dari tempat yang digunakan, Anto Ireng Sumarjo. Terlepas kegiatan ini dadakan atau bukan, yang jelas kedai kopi memang sangat diharapkan menjadi pintu gerbang, bahkan corong, mengenai perkembangan dunia kopi baik itu dalam skala nasional maupun internasional. Kedai kopi bisa menjadi tidak hanya sebagai ruang publik alternatif yang berlangsung sedari awal sejarahnya, melainkan menjadi pusat informasi. Berbagai kegiatan mengenai kopi dapat berkembang di dalamnya dan juga di saat yang sama bisa diakses oleh para pelanggannya secara umum dan para pecinta kopi secara khusus.

Kegiatan icip kopi sebenarnya sering terjadi di Blumchen dan juga di tempat lain. Dan, seringnya itu terjadi begitu saja, spontan. Biasanya itu berjalan lantaran ada beberapa teman atau pelanggan dari suatu kedai kopi yang datang membawa kopi. Lalu, dicoba bareng. Atau kadang ada pelanggan yang mengontak temannya untuk mencoba kopi yang baru didapatkannya dan membuat janji bertemu di suatu kedai kopi tertentu. Atau, tak jarang langsung mengontak pengelola kedai kopi yang disasar untuk mencoba kopi. Dari situ, sekalian juga mengajak yang lain.

Begitu juga dengan yang terjadi di Blumchen Coffee kali ini, serba spontan, namum meriah. Ketika masuk jam 7 malam, mulai bermunculan yang lain, seperti Ronald Prasanto dan juga Agustinus Keri Tassi. Dua orang itu datang ke Blumchen tidak mengetahui sebelumnya sedang ada kegiatan icip kopi. Terlepas tahu atau tidak, kegiatan icip kopi yang berkala dan sporadis jelas sangat membantu dalam meningkatkan animo dan pengetahuan para peminum kopi yang ingin melangkah lebih jauh dalam menggeluti kopi. Siapa saja bisa bepartisipasi hanya dengan modal rasa ingin tahu.

:::::::::::::::::

 Beberapa kedai kopi di Jakarta dan Bandung sebenarnya bisa Anda jadikan sasaran untuk mengajak barista atau pengelolanya mengicip kopi bersama. Jika Anda memiliki biji kopi yang hendak dibagi dan dicoba bersama, cobalah berkunjung ke kedai kopi langganan Anda. []

4 thoughts on “Icip-Icip Kopi Dadakan di Blumchen

  1. WOW acara cicip kopi selalu menarik perhatian saya, karena sebagai penggemar kopi yang tidak pandai dalam memindai rasa dan tidak punya daftar rasa di kepala harapan saya warung kopi atau coffee shop memanggul peran penting penyebaran informasi mengenai kopi-kopi Indonesia (dan kalau punya contoh kopi luar negeri).
    Dan alangkah menariknya apabila tamu-tamu yang kebetulan ada saat acara ini diadakan turut diajak mencicip kopi-kopi tersebut, karena menurut saya juga warung kopi/coffee shop harus bisa menyebarkan informasi kepada orang-orang umum yang tidak memiliki akses informasi tersebut. Tidak hanya dalam lingkaran orang-orang tertentu.

    IMHO warung kopi memiliki peran yang luas disamping hanya menjual kopi kepada pembeli mereka, warung kopi sebagai ruang publik adalah ‘oase’ untuk beberapa orang seperti saya yang merindukan interaksi antar individu yang dulu pernah saya rasakan saat saya ngopi di warung bubur kacang, warung mie cepat jadi, angkringan (saat saya mencari kampus di Jogja), warung kopi di areal terminal bis atau stasiun kereta dan warung-warung kopi yang saya hinggapi saat tugas luar kota. aaah kerinduan ini membuat diri melayang ke tempat-tempat dan orang-orang yang pernah ngobrol walau tak sempat mengenal lebih dalam bahkan nama mereka, tetapi cerita yang terangkat saat itu memiliki arti lebih dibanding nama.
    Terima kasih Philocoffee Project.

    Like

Leave a comment