Saladdin Akbar: Pewarta Kopi Liberica Jambi

Sejak tiga tahun lalu, Saladdin Akbar mulai memperkenalkan kopi spesies Liberica ke luar Jambi. Lelaki asli Jambi kelahiran 30 tahun silam ini merisaukan betapa kopi Liberica di tanah kelahirannya malah diserap pasar di Malaysia, tapi tidak di Indonesia, paling tidak di Sumatra. Berbekal kegelisahan semacam itu Saladdin memutuskan untuk memperkenalkan kopi Liberica. Dia memulainya ketika mulai menetap di Bandung. Memperkenalkan sesuatu yang jarang diketahui merupakan tantangan tersendiri bagi Saladdin. Aral yang dia hadapi tidak sekadar menggaet pecinta kopi untuk mencicip kopi Liberica, melainkan bagaimana juga mendorong para petani kopi Liberica di Jambi agar dapat meningkatkan kualitas kopi budidaya mereka.

Dalam sejarah pembudidayaan kopi di Indonesia, kopi Liberica masuk ke dalam gelombang kedua; pengganti kopi spesies Arabika yang pada masanya mengalami gagal tanam lantaran terserang karat daun. Liberica didatangkan kumpeni dengan harapan mampu bertahan dari serangan karat daun dan kumpeni tetap dapat memasok kebutuhan kopi dunia. Apa boleh buat, sang karat daun terlalu tangguh, Liberica pun mengibarkan bendera putih. Para kumpeni tak menyerah, didatangkanlah kopi spesies Robusta. Hasilnya, karat daun pada kala itu menemukan lawan tangguh sehingga Robusta berhasil dibudidayakan dengan baik dan mendulang fulus di Indonesia.

Posisi kopi Liberica pada masa sekarang terjepit: Arabika yang rentan penyakit, tapi harganya melambung tinggi, dan Robusta yang tahan penyakit dan berharga murah yang selalu mendapatkan tempat di dalam pasar. Harga Liberica di bawah Arabika dan di atas Robusta. Dari segi rasa di bawah Arabika dan dibanding dengan Robusta sebagian besar menganggap sejajar, sisanya menganggap rasa Liberica mengungguli Robusta. Bisa dimaklumi jika berkaca pada keterjepitan Liberica dalam industri kopi, permintaan kopi tersebut tidak begitu besar seperti Arabika dan Robusta. Di Indonesia sendiri, pascapenggantian Liberica dengan Robusta, peredaran kopi itu nyaris menjadi legenda. Menurut Saladdin, salah seorang peneliti kopi di Indonesia kaget begitu dia membawa contoh kopi Liberica untuk diujicobakan citarasanya. “Masih ada kopi Liberica? Di peta kami kopi Liberica sudah tidak ada,” kaget sang peneliti kopi tersebut.

Kopi Liberica di Jambi dibudidayakan di tiga desa: 1) Serdang Jaya; 2) Pematang Lumut; dan 3) Betara Kanan. Dari segi proses masih bertumpu pada metode klasik, yaitu proses kering atau dry process. Dari segi luas, perkebunan Liberica di Jambi tersebar sebesar 2.500 ha. Dari segi ketinggian kopi Liberica di sana ditanam 50  m di atas permukaan laut (dpl). Total produksi Liberica kurang lebih sebanyak 920 ton per tahun. Dari segi harga, biji kopi asalan Liberica dibandrol mulai dari Rp 25.000 sampai Rp 28.000 per kilogram. Hasil produksi sebagian besar diserap di Malaysia, sisanya yang sedikit di lokal. Saladdin berlomba dengan para eksportir memasarkan kopi Liberica untuk tingkat lokal.

RINTANGAN

Saladdin menuturkan bahwa kesulitannya selama ini terletak pada sebaran informasi akan keberadaan kopi Liberica yang nyaris menjadi sesuatu yang mitikal bagi pecinta kopi kontemporer di Indonesia. Banyak orang yang ditawarkan kopi Liberica oleh Saladdin belum sama sekali mengetahui karakter kopi Liberica sehingga daya serap kopi yang ditawarkannya menjadi kenyal. Dari sudut lain, yakni pengetahuan mengenai pengolahan prapanen dan pascapanen kopi, sedikit banyak mementalkan para pecinta kopi begitu mencicipi kopi Liberica yang mengharapkan karakter seperti Arabika atau bahkan Robusta. Misalnya, karakter earthy dari kopi Liberica yang merupakan hasil dari proses pengolahan kering.

Selain itu, kesulitan air bersih di kawasan perkebunan kopi dan daerah kitarannya menyulitkan para petani untuk melakukan proses olah basah (wet process) atau olah giling basah guna mendapatkan rasa atau karakter Liberica yang lebih menarik. Dari konteks kesejahteraan para petani Liberica itu sendiri cukup signifikan lantaran untuk mengejar biaya kebutuhan dasar hidup para petani, hasil budidaya kopi mereka tidak begitu maksimal pengolahannya. Untuk melakukan sortasi saja membutuhkan waktu dan tenaga tambahan, apalagi jika proses olah basah ditempuh para petani. Dan, masalah utamanya adalah: jika olah basah atau giling basah ditempuh, di mana hal itu membesarkan biaya produksi, apakah harga kopi Liberica tingkat asalan ikut melambung harganya?

Saladdin tak pantang menyerah menghadapi keadaan semacam itu. Dia percaya jika informasi dan permasalahan yang dimiliki pembudidayaan kopi Liberica di Jambi diketahui banyak orang, maka perkembangan dan pengolahan prapanen dan pascapanen Liberica pun akan ikut terdongkrak. Untuk masa sekarang, Saladdin memusatkan perhatian pada penyuntikan informasi mengenai proses pascapanen di tingkat petani dan mewartakan sekaligus mengajak mengicip kopi Liberica di tingkat penikmat kopi.

OLAH BASAH & LUWAK LIBERICA

Sampai sekarang, Saladdin baru bisa mengolah kopi Liberica secara metode basah untuk kopi Luwak. Hal itu dimungkinkan lantaran waktu dan tenaga serta biaya tambahan dalam proses olah basah termasuk sortasi fisik biji kopi bisa tergantikan dengan harga jual kopi Luwak Liberica dibanding dengan harga kopi non-Luwak Liberica. Tentu dia berharap pada masa mendatang proses olah basah, dan juga giling basah, bisa dilakukan pada kopi Liberica non-Luwak.

KARAKTER LIBERICA

Pada Sabtu, 08 Oktober 2011, koordinator program kerja Philocoffee Project Jakarta dan Bandung bertemu dengan Saladdin untuk menjajal kopi Liberica (biasa dan Luwak). Kami mencoba kopi Liberica biasa dengan metode penyeduhan tubruk, espresso, dan juga dibuat cappuccino dan ice blended. Untuk Luwak Liberica kami hanya menjajal dengan cara tubruk. Dari icip-icip itu, kami berharap lebih pada Liberica yang dibuat dengan metode espresso, karakternya cukup menarik, meski after taste atau kesan rasa yang tertinggal nyaris tak berjejak, dan sebagai bahan baku utama untuk ice blended yang rasanya menggoda untuk dinikmati lebih jauh. Kami juga penasaran untuk menelusuri karakter kopi Liberica ini jika diseduh dengan cara pour over, AeroPress, cold brew, syphon, vietnam drip, turkish, dll. Ke depan akan kami usahakan menuliskan perbandingan hasil kopi Liberica diseduh dengan berbagai alat yang kami punya. Selain dari segi metode seduh, kami juga masih menyimpan banyak tanya bagaimana karakter kopi Liberica dari segi profil penyangraian di setiap tingkatnya. Masih panjang untuk dapat mengenai baik kopi Liberica ini 🙂 Dengan begitu, masih tersimpan ruang untuk menjelajahi agar bisa menemukan pesona kopi ini. Mengenai varietas kopi Liberica ini, kami lupa menanyakannya kepada Saladdin 😦

BAGAIMANA MENDAPATKAN KOPI LIBERICA JAMBI?

Jika Anda hendak menjajal kopi Liberica yang merupakan salah satu khazanah kopi di Indonesia yang nyaris terlupakan ini, silakan kontak Saladdin Akbar di alamat berikut:

Kopi Liberica Jambi | Saladdin Akbar | Perumahan Griya Prima Alami Asri Blok C, No. 12, Parakan Muncang, Sumedang, Bandung, Indonesia | Telepon Selular: 0856 646 460 86

22 thoughts on “Saladdin Akbar: Pewarta Kopi Liberica Jambi

  1. Ini artikel yang sangat menarik. Makasih udah mau berbagi. Satu hal mungkin kalau boleh tanya: bagaimana proses sortir kopinya, terutama pada saat pemetikan buah Apakah hanya dipilih buah matang sempurna atau tidak? Sekedar gagasan saja, mungkin menarik untuk mencari komposisi kopi jenis ini dengan jenis kopi lainnya untuk “blend”.

    Like

    • Halo,

      Soal penyortiran, perlu dilihat konteks dan kondisi sosio-ekonomi para petani di sana yang belum memungkinkan untuk memetik buah merah 100 persen. Misalnya, soal kebutuhan dasar dan hutang.

      Salah satu yang jarang disinggung soal proses pemanenan dan pascapanen adalah soal: apakah para pembeli (koperasi, pengumpul, trader, roaster, siapa saja) mau membayar lebih dari harga sebelumnya?

      Untuk blend, Saladdin Akbar sudah mencoba mencampur dengan arabika. Hasilnya kurang menyenangkan. Karakter arabika babak buntas tertutup oleh liberica. Diperlukan eksperimen panjang untuk mencari komposisi tepat untuk blend.

      Like

  2. wah menarik ada juga liberica di indonesia.. pernah baca aja di blog luar negri. mengenai itu. klo ngga salah green beansnya lebih besar ya dari pada arabica?

    klo ga salah ada Liberica coffee baru buka ya di pacific place jakarta.. any idea mereka pake arabica beans / liberica ? 🙂

    Like

  3. Liberica??? setau saya malah liberica itu uda “punah”..

    bener2 artikel bagus bgt ini.. jgn2 kopi yg pernah saya coba dikirim dari Jambi itu liberica ya.. mirip2 sama robusta sih,earthy nya dominan bgt..

    bagus bgt ini artikel.. ditunggu artikel lanjutannya soal hasil eksperimen dgn berbagai brewing method.. penasaran kopi yg mirip robusta kalo dibrew pake syphon gmn…

    Like

  4. hai mas saladin, saya fraya dr kompas tv. Saya tidak tau apa mas saladin msh ingat, tahun lalu kita pernah ketemu waktu acara SCAI di Gd. Pertanian. Kl boleh saya mau minta kontak mas saladin lagi? saya ingin meliput kopi jambi liberica

    Like

  5. hai maaf, saya salah info. ternyata ini ulasan dari philocoffee project ya. maaf sekali. saya sudah dapat no mas saladdin. pls dont mind the previous post

    BRgds
    Fraya

    Like

  6. Artikel menarik, thanks for share. . sy tertarik dng kopi baru aja, kl kopi liberica sendiri ciri2 nya sperti apa ya? Pohon,biji, daun dll, dibanding kopi arabika ato robusta.. trimakash.

    Like

  7. pak saya coba menghubungi no yang tertera tapi tdk bisa, apakah ada no lain….. karena saya butuh biji mentah kopi liberika, posisi saya di jawa timur, bagaimana caranya…….. trimakasih

    Like

    • aslm.kum. gini pak, saya ni mau ikut lelang pengadaan kopi liberica di kabupaten bengkalis propinsi riau, bisa saya minta surat penunjukan sebagai penakar resi bibit kopi liberica dari instasi pemerintah dan surat jaminan ketersediaan bibit sebanyak 40.000 bibit?

      Like

  8. Saya pernah menyeduh Liberika di komposisi 15gr/190cc air dan kreamer 20 cc dengan cup 220 dg metode Vietnam drip, ternyata sangat earthy.
    Sangat sulit bagi mendapatkan komposisi yg pas utk penyeduhan liberika agar earthynya gak terlalu kuat.

    Like

Leave a comment