Cikaffe

Pada masa sekarang, membuka kedai kopi banyak diimpikan orang, tak terkecuali dengan Geris Pradhana Anindhiya. Berawal dari kegemarannya akan minuman kopi sejak kecil, lalu sering berkumpul dengan orang-orang yang menggemari kopi, Geris pun berkeinginan untuk memiliki kedai kopi. Ketika dia mulai berkuliah di Fakultas Psikologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, keinginannya membuka kedai kopi semakin membuncah. Hal itu ditambah aktivitas berjejaring dia pada tingkat kuliah semakin luas. Selama melakukan aktivitas di komunitasnya, Geris kerap berpikir soal tempat yang bisa dijadikan titik bertemu. Sebagaimana fenomena umum dalam masyarakat urban, ruang-ruang yang disebut sebagai ruang publik begitu minim. Geris pengin membuka kedai kopi yang bisa dijadikan sebagai tempat titik temu para temannya, dan juga ruang yang dia sediakan bisa digunakan oleh komunitas-komunitas atau individu lain di Bandung. Masalah yang dihadapinya adalah properti. Di Bandung harga properti terbilang tinggi. Membuka kedai kopi yang bisa digunakan untuk berkegiatan dan berjejaring tentu memerlukan ruangan besar atau luas, belum lagi jika dia hendak membuka perpustakaan di kedai kopinya.

Geris Pradhana Anindhiya

Mahasiswa semester lima strata satu ini tidak patah arang, dia tidak mau menunggu sampai mampu menyewa properti megah yang belum tentu beberapa tahun ke depan bisa dia wujudkan. Sebagaimana didengungkan pepatah bahwa seribu langkah diawali satu langkah, Geris memulainya dengan membuka booth kedai kopi di pusat makanan Syabab, Dago, Bandung. Kedai kopinya bernama Cikaffe. Nama Cikaffe berawal dari sebutan prokem di kelompoknya yang merujuk pada suatu ruang sosialnya dengan teman-teman yang sama-sama gandrung dengan kopi.

Cikaffe buka sejak awal Agustus 2011 di jalan Tb. Ismail Raya No. 5, Bandung. Lokasinya dekat Simpang Dago yang terkenal itu. Ukuran booth Cikaffe terbilang mungil. Peralatan yang dijadikan tumpuan untuk masa sekarang adalah Presso dengan grinder yang dikenal Latina oleh sebagian penikmat kopi lokal.  Ke depan menurut sang empunya akan hadir pour over dan alat seduh manual lainnya, seperti vietnam drip. Menu yang disodorkan Cikaffe itu kopi tubruk, (es)presso, americano, cappuccino, dan coffe cream. Cikaffe menghadirkan single origin untuk biji kopinya: Gayo, Mandailing, Jawa, Bali, Toraja, Flores, dan Papua.

Ketika kami berkunjung, kami mencoba Mandailing yang diseduh dengan Presso. Uang yang kami keluarkan untuk menebus sedemitasse espresso tersebut sebesar Rp 5.000. Meski sekadar booth kecil, hadirnya grinder menandakan petanda bagus. Kedai kopi yang menjajakan produknya dengan konsep booth tentu banyak di Bandung. Tapi sedikit sekali kami menemukan grinder di dalam booth. Dengan kehadiran grinder, kami sedikit lega paling tidak kopi yang kami pesan baru akan digiling setelah kami memesan.

Espresso Pesanan Kami

Melihat ketekunannya dalam menelusuri informasi seputar kopi serta semangatnya dalam membuka kedai kopi, besar kemungkinan pada masa mendatang Geris dengan Cikaffenya bakal berkembang lebih maju. Siapa yang tahu jika Cikaffe kelak akan beroperasi dengan gedung sendiri yang dilengkapi dengan mesin espresso komersial dan perpustakaan megah? Kehadiran Cikaffe bisa memberikan angin segar bahwa seseorang yang hendak menghidupkan mimpi membuka kafe bisa diawali dengan langkah kecil: Sekarang Presso, 1 tahun mendatang mesin espresso komersial.

 

10 thoughts on “Cikaffe

  1. Wahhhhhh! Ini cita-cita saya dari jaman baheula bikin warung kopi kecil-kecilan, tapi belum kesampean juga sampai jaman nuklir begini. Semoga kopinya terkenal kemana-mana yah:P. Kalau ke Bandung, ngetes mampir ahhhhh.

    Like

  2. sorry om philo baru bisa ngasih feedback nih, kemarin-kemarin bermasalah dengan koneksi,
    makasih banyak buat liputannya, semoga impian kita semua bisa terwujud,
    seribu langkah besar dimulai hanya dengan satu langkah kecil,
    sukses buat temen-temen semua

    Like

Leave a reply to Geris Pradhana Anindhiya Cancel reply