Moka Pot: Tips Menghindari Rasa Burnt dan Getir

Salah satu hal yang sering dikeluhkan oleh pengguna Moka Pot, kami salah satu di antaranya, adalah bagaimana menghasilkan karakter kopi yang tidak burnt dan pahitnya keterlaluan. Jika kita memiliki Bialetti Moka Express, pada buku panduan penggunaannya, kita tidak akan menemukan tips bagaimana menghindari rasa terbakar dan getir berlebih selama penyeduhan dengan Moka Pot.

Nah, untuk menghindari rasa terbakar dan getir berlebih tersebut, akan sangat berguna jika kita mengetahui proses kerja Moka Pot.

Pertama-tama, Moka Pot masuk ke dalam metode ekstraksi kopi berbasis tekanan. Karena sama-sama berbasis tekanan, kadang Moka Pot juga diebut sebagai espresso kompor, terlepas setuju atau tidak akan penyematan tersebut. Tekanan Moka Pot cukup sederhana: air mendidih di dalam alumunium autoclave, lalu air mendidih itu akan menekan menembus pipa corong tempat bubuk kopi terkumpul, lalu tembus ke saringan di atasnya, dan keluar di bejana bagian atas. Nah, cara kerja seperti itu sebenarnya yang membuat Moka Pot mirip dengan espresso. Tapi bukan pada tekanan, melainkan bagaimana air mengekstraksi kopi cuma sekali aliran saja (flowing), tidak merendam (immersion).

Kedua, soal waktu. Waktu persinggungan pengekstraksian kopi dalam Moka Pot terletak pada resistansi hidrolik di sekumpulan bubuk kopi (ampas, cake). Hal tersebut bergantung pada tiga faktor berikut: 1) jumlah bubuk kopi yang digunakan; 2) tingkat kerataan kasar-halus bubuk kopi; dan 3) penekanan bubuk kopi (tamping), apakah dibiarkan saja atau ditekan dengan cara menyekrup bejana bagian atas ke bejana bawah.

Ketiga, termodinamika, dalam hal ini hubungan antara tekanan air dengan temperatur. Nah, tekanan air dan temperatur ini sangat berpengaruh berapa besar tekanan yang dihasilkan. Dengan asumsi titik didih 100 derajat, maka tekanan yang dihasilkan Moka Pot sekitar 0.5 atm.

Karena Moka Pot mengekstraksi material dapat larut pada kopi dengan bersandar pada tekanan air, tingkat kasar-halus bubuk kopi dan proses tamping atau penekanan-pemerataan bubuk kopi menjadi penting untuk diperhatikan dengan saksama. Semakin halus bubuk kopi dan semakin terpadatkan dengan cara di-tamping, maka dibutuhkan tekanan yang besar untuk dapat menghasilkan ekstraksi yang baik. Dan, untuk dapat mencapai tekanan 9 atm seperti mesin espresso kurang lebih temperatur air harus mencapai 170 sampai 180 derajat. Tingkat temperatur tersebut tidak dimungkinkan dicapai pada Moka Pot, selain untuk mencegah hasil kopi yang pahitnya tidak menyenangkan, juga soal keselamatan. Itulah mengapa di Moka Pot terdapat katup atau valve yang bisa mengontrol tekanan yang membahayakan. Pernah melihat Moka Pot meleduk, kan?

Nah, karena temperatur yang dicapai Moka Pot itu maksimal 110 derajat, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan bubuk kopi dalam skala kasar, tidak halus, dan tidak di-tamping. Lantaran, untuk dapat mencapai tekanan yang dibutuhkan untuk mengekstraksi bubuk kopi yang halus ditambah ter-tamping pula, temperatur yang dibutuhkan itu di atas 110 derajat. Temperatur di bawah 110 derajat itulah yang menyebabkan substansi-substansi yang tak-larut menjadi ikut terekstraksikan sehingga itu meninggalkan rasa pahit yang berlebih, atau kadang sering disebut sebagai burnt. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, Moka Pot itu untuk bisa menghasilkan ekstraksi yang baik adalah dengan cara mengalir (flowing), bukan merendam (immersion). Ketika bubuk kopi terlalu halus dan terlalu padat, tekanan air jadi tidak langsung mengalir menembus bubuk kopi, melainkan ikut merendam bubuk kopi.

Dengan demikian, tingkat ukuran bubuk kopi yang ideal untuk menyeduh kopi dengan Moka Pot, dalam hal ini menghindari rasa burnt, adalah skala kasar. Lalu, apa batasan kasar itu sendiri sejak setiap orang boleh jadi bisa berbeda satu sama lain dalam mengindentifikasi tingkat bubuk kopi yang kasar itu seperti apa. Sebagai pembanding, kita bisa mencobanya dalam skala bubuk kopi untuk pour over atau french press. Betapapun, kopi itu seperti thariqat, yaitu sebuah jalan. Anda harus menemukan sendiri jalan tersebut sejak kopi itu bergantung pada selera Anda 🙂

Nah, sekarang Anda bisa mencobanya di rumah. Dan, jika tidak berkeberatan, silakan berikan komentar Anda di blog ini atas tips ini di sini: biar kita saling berbagi mengenai pengalaman kita dalam menyeduh kopi 🙂 Lebih bagus lagi jika Anda menulis sendiri untuk blog Anda (jika Anda memiliki blog tentu saja).

Tabik.

52 thoughts on “Moka Pot: Tips Menghindari Rasa Burnt dan Getir

  1. akan saya coba tips anda… soalnya mokapot bialleti saya udah lama nganggur.. krna tidak sesuai jalan yg saya mau. hahaha emg bener saya sering mendapati burnt taste yg begitu pekat dengan bialetti. . . . . moga2 saja tips anda berguna. thanx

    Like

  2. My tips:
    Mulai dari air panas. Api besarkan sampai hampir menyentuh tatakan besi untuk moka pot yang nangkring di atas kompor.

    Buka tutupnya. Liat baik2. Sembari menunggu, cari kain lap atau tisu, basuh dengan air dingin. Ketika kopi mulai keluar, kecilkan api sekecil mungkin sampai kira2 selebar api di korek api batangan. Biarkan kopinya mengalir ke bawah, bukan muncrat.

    Ketika mulai muncul muncratan (biasanya menjelang akhir), matikan api dengan tangan yang satu dan tangan yang lain segera mengambil moka pot dari kompor dan taro di atas lap/tisu yang basah.

    Tuang ke gelas yang sudah dipanaskan terlebih dahulu.

    Like

    • Halo Pak Bro,

      Terima kasih atas tipsnya.
      Jika mengacu pada cara kerja Moka Pot, sebenarnya pembakaran tidak begitu berpengaruh sejak temperatur yang dihasillkan Moka Pot tidak bisa di atas 110 derajat lantaran katupnya.

      Like

  3. 1. gambar pertama di atas tolong diperbaiki resolusi tidak tepat, jadi tidak enak dipandang.
    2. macehat sumatran gormate yang tak beli kemaren kalo pake moka pot aroma sedapnya hilang, tidak seperti ketika saya seduh biasa (kopi tubruk)?mohon pencerahan.

    Like

    • Cara penyeduhan kopi tubruk memang merupakan cara penyeduhan terbaik utk mengeluarkan smua potensi/karakter kopi dibandingkan dgn mnggunakan alat2 seduh.. Itu sebabnya macehat sumatran gourmet anda terasa lbh sedap kalau di”tubruk” pak.. Hehe.. 😀

      Like

  4. Nice tips Pak..

    Seperti tips Pak Enrico diatas memang dianjurkan untuk selalu memakai air panas dlm penggunaan moka pot. Saya pun biasanya membiarkan tutupnya terbuka supaya ekstraksinya bisa terlihat dan ketika air sudah tidak lg mengalir tapi muncrat langsung matikan apinya. Untuk grind size saya selalu minta sedikit lebih kasar dari grind size utk espresso dan sejauh ini hasilnya memuaskan. 🙂

    Like

    • Halo Pak Dimas,
      Makasih atas berbagi pengalamannya. Saya juga kadang menggunakan air panas seperti Pak Enrico dan Bapak Dimas sendiri 🙂 Kalo lagi malas, langsung saja hajar air biasa 😀

      O, iya, saya berterima kasih kepada Pak Enrico dan Pak Dimas sudah mengingatkan soal tutup. Seharusnya kami memasukkan itu juga ke dalam tulisan lantaran itu memberikan pengaruh juga. Tapi kalo dari teknis kerja ekstraksi berbasis tekanan, dengan membuka tutup itu membuat air lebih mengalir, tidak merendam. Jadi selain dengan membuka tutup kita bisa mengontrol kapan kita bisa mematikan api, juga mengurangi air merendam bubuk kopi.

      Like

        • Encernya bagaimana, Pak? Moka Pot tujuannya untuk membuat kopi menjadi strong, bukan espresso.
          Kadang memang tidak begitu kental kopi yang dihasilkan jika kita ingin menghindari rasa burnt, tapi dari segi rasa, tetap strong.

          Soal encer ini sendiri, kadang boleh jadi kita berbeda. Buat kami itu tidak, dalam artian standard, buat Bapak malah jadi encer. Tapi jika memang terlalu encer sekali, mungkin bisa dicoba menggunakan biji kopi yang dark roast dan bubuk kopinya agak diperhalus sedikit (mungkin terlalu kekasaran).

          Betapapun, moka pot itu tersedia ruang yang cukup untuk dieksplorasi. Mungikn Bapak juga bisa mengotak-atik mana yang pas sampai mendapatkan rasa yang terbaik buat Bapak.

          Omong-omong, meski encer, apakah rasanya tetap burnt?

          Like

  5. iya, saya mengerti moka pot bukan untuk menghasilkan espresso, sehingga sudah tentu saya tidak menghasilkan sebuah espresso.
    mungkin saya salah menggunakan kata encer di sini karena begitu ambigu, namun kalau di ukur dari rasa, justru terasa “hambar”. apa mungkin ini juga karena saya menyimpan bubuk kopi saya di freezer?

    perlu di ketahui, saya tidak menggiling sendiri biji kopi ini, dan hasil gilingannya coarse.

    terima kasih 🙂

    Like

    • Halo,

      Terima kasih Bpk Rahmat atas komentarnya. Jika hambar, barangkali itu juga berpengaruh pada kualitas kopi yang sudah terbubukkan dan disimpan dalam freezer. Di forum2 kopi soal penyimpanan kopi di dalam freezer sampai sekarang didebatkan. Tapi, umumnya itu menyimpan biji kopi bukan bubuk kopi. Jadi, masalahnya boleh jadi terletak di kesegaran bubuk kopi jika hasilnya malaj hambar.

      Soal usia kopi ini barangkali sangat signifikan. Sejauh ini, untuk keperluan review atau untuk bahan tulisan blog kami selalu menggunakan biji kopi yang berusia 2 sampai 14 hari. Tidak lebih dari itu. Nah, barangkali Bapak bisa mencobanya dengan biji kopi yang usia sangrainya masih muda. Jika masih hambar, mohon maaf, kami tidak tahu lagi masalahnya terletak di mana.

      Betapapun, terima kasih atas komentarnya 🙂

      Like

      • Saya pernah pakai moka pot, bijih java estate arabica, roast usia seminggu, di grind kasar, hasilnya hambar sekali… Tinggal asem nya aja. Pokonya ngga enak banget. Trus coba kopi2 lain hasilnya ok. Itu kenapa ya? Apa memang karakter java estate?

        Soal karakter kopi ada banyak faktor yang memengaruhinya.
        Pertama, mulai dari proses pascapanen. Apakah kopinya dry process, pulp natural, dst. Selain itu, apakah prosesnya sudah memenuhi standard atau belum. Pada bagian ini mencakup juga soal penjemuran, proses fermentasi jika tidak dry process, dst.
        Kedua, roasting profile. Nah, kopi yang Ibu gunakan itu bagaimana roasting profilenya? Karena setiap alat atau metode membutuhkan profil penyangraian tersediri.
        Ketiga, pas proses penyeduhan itu sendiri kan boleh jadi Ibu dgn kami dan jg yg lain berbeda waktunya 🙂

        Poinnya sih, mungkin bisa dicoba-coba lagi Bu sampai menemukan yang cocok. Jika masih tidak cocok, berarti kopi yg Ibu gunakan tidak cocok buat Moka Pot. Bisa diganti profil sangrainya. Selamat mencoba 🙂

        Like

  6. “Temperatur di bawah 110 derajat itulah yang menyebabkan substansi-substansi yang tak-larut menjadi ikut terekstraksikan sehingga itu meninggalkan rasa pahit yang berlebih, atau kadang sering disebut sebagai burnt”
    bisa tolong di jelaskan lebih lanjut pak dengan, “substansi-substansi yang tak larut….”

    jadi kalau saya bisa menarik kesimpulan, yang selama ini menyebabkan rasa burnt adalah karena pencapaian suhu yang tidak sempurna di dalam moka pot. begitu? dan penggunaan air panas adalah untuk meningkatkan suhu di dalam moka pot sesingkat mungkin?

    maafkan saya kalau terlalu banyak bertanya hal tidak penting, namun itu semua saya lakukan hanya karena keinginan untuk mendalami dunia hitam ini 🙂

    terima kasih philocoffeeproject.

    Like

    • Halo, maaf telat balas,

      Bukan pencapaian suhu yang tidak sempurna lantaran di dalam bejana terdapat katup yang mengontrol tekanan air mendidih. Untuk sampai tekanan 9 bar, air di moka pot itu harus mencapai 170 sampai 190 derajat. Nah, itu tidak dimungkinkan dengan adanya katup pengatur tekanan. Katup tersebut juga berfungsi agar safety sehingga waktu penjerangan moka potnya tidak “meledak”.

      Karena tekanan moka pot di bawah 1 bar, flowing moka pot harus lancar, dalam hal ini kepadatan bubuk kopi harus memungkinkan uap air mengalir menembus kumpulan bubuk kopi dengan tekanan di bawah 1 bar tersebut.

      Betapapun, kami senang Pak bisa berbagi cerita mengenai kopi dengan Bapak. Jadi, tidak usah sungkan, Pak 🙂

      Like

  7. saya baru tau pak klo pake moka pot tidak menghasilkan espresso, karena dibeberapa blok mengatakan moka pot dapat menghasilkan espresso.

    Like

  8. Terima kasih untuk artikel ini.

    Saya sudah hampir 2 tahun ini pakai alat yang sama. Udah pernah ganti seal 1x. Kalau dari pengalaman saya, cara lain untuk menghindari burnt adalah dengan mengangkat dari sumber api setelah cup-nya terisi kira2 2/3 nya, dan membiarkannya sebentar agar panas yang tersisa mengangkat sisa uap air. Mmg kalau sampai mendidih dalam cup (kyk iklan salah satu kopi baru di tipi2 tuhhh… 😀 ) rasanya jadi agak burnt… kurang sedap 🙂

    Cara lain yang mungkin bisa dipraktekkan adalah dengan memakai air panas (thanks to Pak Toni Wahid yang memberitahukan lewat blog-ny http://www.cikopi.com ). Ketika saya coba, waktu tunggunya jadi lebih singkat sehingga kita dapat lebih aware untuk mengawasi aliran kopinya.

    IMHO, grinding terlalu kasar juga agak kurang ‘kenthel’ kopi jadinya. Jadi gitu deh, find your own favorite grind size on your fave beans…

    Demikian dari saya, salam dari dunia ‘hitam’ 🙂

    Like

    • Permisi om, guru, master 🙂 saya newbie asal makassar, soal kopi. Biasanya cuma minum kopi pake cara ala nenek moyang, kopi di masak sama air sampe mendidih :D, rencana kalo rejeki udah cukup mau buka resto ala cafe & niatnya mau beli mesin kopi. Setelah pertimbangan dana, maintenance, & cost pilihan saya jatuh kepada mokapot. Di toko online ada beberapa merk yg tersedia, dri harga 200-500rb & saya memilih untuk merk mokapot AKEBONNO, pertanyaan sya apa kelemahan merk Akebonno soalnya ad yg jual dengan harga murah 200rb(6cup) mohon pencerahannya para master kopi.

      Like

  9. halo gan salam kenal,
    informatif sekali ni informasi dan bisa menambah wawaasan
    apa yang ada di sini tu sempat ane alami ya semoga dengan adanya tulisan ini masalah bisa teratasi dan kopi menjadi lebih nikmat.. salam kopi salam dunia “hitam”

    Like

  10. saya mau tanya boleh,, kalo moka pot itu ukuran 9 cup tp kalo kita cuman mau buat 1 atau 2 cup kopi bisa apa engak ya trimakasih

    Like

  11. halo,
    mau tanya
    profil sangraian untuk moka pot ini sebenarnya lebih cocok ke arah mana ya ?
    dark,medium, atau light ?

    lalu kenapa saat saya menuangkan kopi saya dari moka pot ke cangkir, kenapa ada sedikit bubuk kopi yang terangkat ya ?
    apa terlalu halus saya menggilingnya ?
    mungkin itu juga yang menyebabkan rasa burn ya pada kopi saya ?

    Like

  12. karena keterbatasan dukungan dompet, akhirnya berhasil beli moka pot tanpa merek, seharga 100ribuan di kalipah apo bandung, kopi yang digunakan adalah moka arabika bubuk kasar yang dikeluarkan oleh kopi aroma bandung, air yang digunakan adalah air saringan pureit yang terlebih dahulu dididihkan, cairan kopi yang keluar dari moka pot kemudian dicampur dengan susu kental manis, heeemmmm….rasanya juara biingiittsss…….silahkan dicoba

    Like

    • klo tidak dcampur susu, rasa kopi nya seperti apa pak? mungkin bs di share. berhubung sy jg sk beli kopi aroma bandung…
      biar sy tau hasil rasa kopi dr mokapot 100rb an itu hehe.. klo enak n pas pait nya sy mau berkunjung ke kalipah apo jg hehe

      Like

  13. Terima Kasih atas informasi nya. Kebetulan Saya baru punya mokapot. Tadinya Saya berpikir harus halus dan di tamper. Yang Saya mau tanyakan, untuk takaran air apakah harus di atas pentil atau di bawah pentil. Thanks, Farid.

    Like

  14. Saya membeli mokapot bialetti moka induction 3 cups..Kopi yg dihasilkan memang sangat khas sekali, penuh aroma dan kental.. tp apa ini benar2 utk 3 cups 😅???… rasa2nya 1 cup saja kurang penuh.. atau mungkin hny saya saja yg kurang bisa menggunakannya..apakah setelah kopi ny siap dituang harus ditambahkan dengan air lagi ???

    Like

  15. Pingback: Tentang Kopi | desoleh

  16. makasih pak pemilik blog,

    tadinya saya pakai mokapot aluminium, setelah chrome pelapis aluminiumnya rontok di bejana air berpentil bagian dalam, maka saya beralih ke mokapot stainless steel.

    saya baca di blog yg discuss soal aluminium, kalo chrome yg melapisi aluminium sudah rontok, maka peralatan masak yg terbuat dari aluminum harus tidak dipakai lagi, karena ada pemaparan aluminium sebesar 2mg setiap kali dipakai, dan setelah terserap tubuh, gak bisa terbuang lagi melalui air seni, meski minum air putih 2 liter setiap hari

    terkontaminasi tubuh oleh aluminium setelah sekian lama, menyebabkan penyakit yang berat2 gituh broh

    Like

  17. Kopi…kopi
    Begitu banyak faktor yg bisa membedakan rasa, mulai di mana kopi ditanam, bagaimana cara dipanen, perlakuan paska panen, proses sangrai sampai dgn cara bagaimana kopi diseduh.
    Saya yakin dgn kondisi yg berbeda-beda pasti akan menghasilkan rasa yang berbeda-beda, walau untuk saya yg awam, soal rasa hasilnya beda tipis. Karena penasaran thd rasa hasil berbagai alat seduh, sampai saya beli macam-macam alat seduh, dari V-60 stainless, kerucut dari bambu, moka pot, vietnam drip dan syphon.
    Yang saya rasakan, minum kopi giling dadakan dan diseduh tanpa gula tidak bikin perut mules. Minum kopi nya sering menjelang tidur. Pas bangun alhamdulillah badan seger nggak terasa pegel-pegel walau siangnya habis naik motor dengan jarak tempuh di atas 200 KM.

    Like

  18. Pingback: SERBA SERBI MOKA POT: ALAT SEDUH ESPRESSO NON MACHINE | Coffeeland

  19. wah terima kasih tipsnya, saya baru pertama kali coba moka pot pantesan rasanya kurang pas.. ternyata dari bubuk kopinya kita harus perhatikan juga saya pikir bisa dapat tekanan yang sama dengan mesin espresso, nanti saya coba lagi ah dengan tips ini 🙂

    Like

  20. Sip. Cukup membantu gan
    Pengalaman saya. pakai air panas, lalu masukkan ke dalam moka. Dan jangan sampai melebihi “pentil” nya kalau tidak, airnya bisa muncrat

    Like

  21. untuk mempertahankan supaya crema tidak hilang saat di pindah gelas gimna ya gan…..saat proses si mokapot crema muncul tampak bagus ,saat di pindah gelas cepat hilang bahkan langsung hilang ,makasi gan

    Like

  22. Ikutan bertanya… saya newbie soal perkopian.. biasa cuma maen tubruk aja. Ini baru nyoba mokapot. Apakah benar bahwa kopi yang sudah diekstraksi itu hanya untuk sekali pakai? Terima kasih. maaf jangan diketawain pertanyaan saya ya… hehehe

    Like

  23. izin jawab mas nino… betul mas hanya sekali pake.
    kalo dipake lagi akan “burn” kopi nya g enak di lidah hasilnya nanti

    Like

Leave a comment